Merangkai Diksi

Saya sering berdiskusi dengan diri sendiri. Entah itu mengenai hari ini atau yang akan selanjutnya terjadi. Pertanyaan-pertanyaan konyol, pertentangan-pertentangan isi pikiran yang terus beradu argumen dengan hati tidak sedikit menyadarkan saya dari lamunan di keramaian. Bahwa saya telah sampai di persimpangan jalan namun tak terasa perjalanannya.




Ada berbagai gambaran yang terekam oleh indera, anak kecil yang nasibnya tidak seberuntung lainnya tapi diberikan kesehatan yang didambakan bagi anak-anak sakit yang berjejer di ruang tunggu pada musim seperti sekarang ini.

Ilustrasi itu memberikan saya kekuatan, bahwa sedewasanya fisik saya hari ini, adakah kekuatan yang tidak terelakan dari proses demi proses pertumbuhan diri.

 
Kaki tidak bisa diwakilkan untuk berjalan, mata tidak mampu diwakilkan untuk melihat, begitu pula dengan cara kita mendengar, merasakan dan semua ada di dalam kontrol diri kita sendiri.

Maka, berjalanlah lebih tegap dengan kakimu. Dengan gagah, dengan semangat, dengan penuh gairah bahwa dirimu saja lah yang mampu untuk tetap berdiri dan bertahan. Tidak akan pernah ada yang menggantikan setiap fungsi dan maknanya.

 
Juga dengan orang yang kamu cintai, hargailah mereka. Dunia ini sekejap, sementara kebersamaan hanya ada saat kita mau mengusahakan. Saya pikir, apa yang saya punyai, ya saya berbicara soal "perasaan", saya telah sangat beruntung memiliki diri ini sejauh ini. 


Jakarta, 14 November 2024
Dua Jendela.


Baca Juga :

Post a Comment

0 Comments

Comments