Sumber Foto : www.vecteezy.com |
Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia
yang pintar dan lucu walau kadang rumit
dan membingungkan. Ia mengajari saya
cara mengarang Ilmu sehingga saya tahu
bahwa sumber segala kisah adalah kasih ;
bahwa ingin berawal dari angan;
bahwa ibu tak pernah kehilangan iba;
bahwa segala yang baik akan berbiak;
bahwa orang ramah tidak mudah marah;
bahwa seorang bintang harus tahan banting;
bahwa terlampau paham bisa berakibat hampa;
bahwa orang lebih takut kepada hantu
ketimbang kepada Tuhan;
bahwa pemurung tidak pernah merasa gembira
sedangkah pemulung tidak pernah merasa gembila;
bahwa manusia belajar cinta dari monyet;
bahwa orang putus asa suka memanggil a*u.
Bahasa Indonesiaku yang gundah membawaku
ke sebuah paragraf tersusun di atas tubuhmu.
Malam perangkai kita menjadi kalimat majemuk bertingkat yang panjang
dimana kau induk kalimat dan aku anak kalimat.
Ketika induk kalimat bilang pulang, anak kalimat paham bahwa pulang adalah masuk ke dalam palung.
Ruang penuh raung,
segala kenang tertidur di dalam kening.
Ketika akhirnya matamu mati, kita sudah
menjadi kalimat tunggal yang ingin tetap tinggal
dan berharap tak ada yang bakal tanggal.
(Jokpin, 2014)
0 Comments