Belajar mengikhlaskan. Belajar melihat sekitar.




 Belajar mengikhlaskan. Belajar melihat sekitar.

🌻🌻 Pagi yang larut, terlihat seorang ibu membawa beberapa makanan di atas kepalanya. Snack-snack ringan sudah di edarkan sejauh mata memandang. Pukul 03.45 WIB, Kurang dari jam 4 pagi ketika kebanyakn manusia lelap dalam ranjang empuknya atau mata berat menahannya. Ibu ini dengan berani berlalu lalang menawarkan dagangannya. Ditemani seorang Bapak, mereka saling bercengkerama dan sesekali tertawa hingga tawanya terdengar sampai di telinga saya. Pertigaan terminal itu, saat jam 4 pagi membawa kesan baik untuk seorang aku yang memang sedang capek-capeknya. 

Ternyata masih ada sosok yang begitu kuat berdiri tegap di pertigaan jalan, menawari jualannya ke penumpang yang turun dari bis-bis besar antar kota.

🌿🌿 Saya melewatkan jalan untuk mencari bus. Duduk di sebuah bangku, yang saya lihat lagi masih bau cat baru. Bangku kecil di pinggir jalan, dicat warna kehijauan dan bisa diduduki oleh 3 orang dewasa. Samping kanan, saya letakan tas punggung yang lumayan berat, sisi kanan saya letakan goodiebag, sementara kardus-kardus penumpang lain berada di bawah sisi kiri bangku itu. Berkali-kali saya menyeka debu dan embun di bangku dan memastikan cat sudah kering. Barulah saya berani duduk disana. Hampir 2 jam lamanya, ditikungan dekat pertigaan itu saya telah menempati posisi yang berbeda dari awal saya melihat sang Ibu. 

🌳🌳 Sampai Ibu itu menghampiri saya, dan menawarkan dagangannya. Sekilas Ibu itu sudah tua, tapi kekuatan tangannya jangan diragukan. Saya mengobrol ringan dengan sang Ibu jam 4 pagi. Sungguh, waktu itu, udara masih mengepul di tengah-tengah jalan yang masih lengah dan hanya ramai oleh kendaran yang jarang lewat. Aku membeli 2 lontong dan mendoan untuk mengganjal perut yang dari semalaman belum terisi makanan apapun.


Hanya 5 ribu, mungkin ini sangat berharga bagi Ibu itu. Saya sepertinya adalah pelanggan pertamanya. Sembari mengucapkan "laris manis" ibu itu mengibaskan uang bayaran saya ke dagangannya. Setelahnya, Ibu itu bolak-balik 3 kali melewati saya dan sesekali menaruh dagangannya di bangku sisi kiri. 

Jujur, saya menjadi malu, karena capeknya saya tidak lebih dari perjuangan sang Ibu yang keluar pagi buta untuk berdagang.

🍂🍂 Saat itu, saya abaikan dan saya acuhkan rasa capek yang semalaman dirasa saat di bus. Saya belajar lagi dari apa yang saya lihat ketika mata yang sewajarnya mengantuk tapi ditahan untuk bisa diolah menjadi kuat dan harus lebih kuat. Saya dan kalian semua dilahirkan oleh orang yang hebat, maka jadilah kita hebat untuk orang-orang yang hebat pula.

Post a Comment

0 Comments

Comments