Rasanya bisa naik status itu seneng banget enggak sih? Entah itu jabatan di pekerjaan atau bahkan status hubungan dengan seseorang. Tapi, kalau enggak bertahan lama, udah pasti nyesek juga :(
Itulah yang terjadi pada Indonesia saat ini. Baru satu tahun
Indonesia menyandang status sebagai negara berpenghasilan menengah ke
atas, kini kita terpaksa kembali ke status lama. Yaitu negara
berpenghasilan menengah ke bawah. Biar gampang, penyebutannya diganti
‘ke atas’ dan ‘ke bawah’ saja ya.
Indonesia sempat naik ‘ke atas’ pada tahun 2019 dengan gross national income
(GNI) 4.050 dolar AS. GNI sendiri adalah gabungan pendapatan domestik
bruto (PDB) dengan pendapatan dari negara lain seperti bunga dan
dividen.
Nah, pada 2020, pandemi datang mendera. Kalian juga menyaksikan
sendiri kan, perekonomian kita berkali-kali dihadapkan pada resesi.
Masyarakat kehilangan pekerjaan, pembatasan kegiatan bikin daya beli
masyarakat turun. Tak sedikit pula perusahaan yang meronta-ronta, bahkan
sampai gulung tikar.
Itu terbukti dengan GNI Indonesia pada tahun 2020 yang turun
signifikan menjadi 3.870 dolar AS. Turunnya angka GNI itu menyebabkan
Bank Dunia harus menggeser status Indonesia menjadi negara ‘ke bawah’
per 1 Juli 2021. Selain itu, perubahan indikator pengkategorian kelas
juga jadi penyebabnya.
Per 1 Juli 2020, kategori negara ‘ke bawah’ berada pada kisaran
1.035-4.045 dolar AS. Yak, kelebihan 5 dolar itu membantu banget buat
Indonesia naik status. Namun, per 1 Juli 2021, indikator itu naik
menjadi 1.046-4.095 dolar AS.
Sementara itu, indikator ‘ke atas’ per 1 Juli 2020 adalah
4.046-12.535 dolar AS yang juga mengalami perubahan menjadi 4.096-12.695
dolar AS per 1 Juli 2021. Tapi, Indonesia enggak sendiri, kok. Ada
Iran, Mauritius, dan Romania yang juga turun kelas.
Eh, tapi, dampaknya apa buat Indonesia ya?
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede bilang, ini akan
berpengaruh pada utang. Saat Indonesia berutang ke lembaga multilateral,
biaya bunganya akan lebih murah karena status ‘ke bawah’ itu.
Sayangnya, itu tak banyak dilakukan.
Indonesia saat ini memilih menerbitkan surat utang atau obligasi. Takutnya, penurunan status Indonesia akan mempengaruhi sovereign rating atau peringkat kredit. Itu lho, kemampuan pihak yang berutang apakah bisa mengembalikan utangnya atau tidak.
Nah, status ‘ke bawah’ itu juga bisa berpengaruh pada risiko gagal
bayar utang. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima
Yudhistira mengkhawatirkan hal lain. Bhima bilang, turunnya status
Indonesia berarti risiko ekonomi yang dihadapi lebih banyak.
Kekhawatiran pertama, Indonesia malah ketagihan utang karena dapat
bunga yang lebih murah tadi. Indonesia pun belum bisa mendorong sumber
pemasukan dalam negeri. Kekhawatiran kedua, investor akan meninggalkan
Indonesia.
Namun, Josua yakin, itu enggak akan terlalu berpengaruh terhadap
sentimen investor asing. Dirinya menganggap ini hanya sebatas
klasifikasi. Toh, penurunan juga disebabkan pandemi yang enggak hanya
mengguncang ekonomi Indonesia.
Josua percaya, perekonomian Indonesia bakal berangsur membaik dan
bisa meraih status ‘ke atas’ lagi setelah pandemi berakhir. Kata Josua
sih, PR utamanya ya penanganan Covid-19. Baru setelahnya, kita bisa
fokus memulihkan ekonomi.
Tuh, para ekonom saja setuju. Kunci pemulihan ekonomi ya penanganan pandemi.
*) Andara Rose
Sumber :Hallo@narasi.tv
0 Comments