tim bulutangkis Indonesia terlalu jago?
|
Sumber : https://www.dw.com/ |
Kamis (18/03) pagi, sebuah unggahan aneh muncul di beberapa akun Instagram atlet bulutangkis Indonesia. Unggahan itu berisi simbol BWF dengan caption “must be responsible”.
Tak lama kemudian, akun Twitter resmi Badminton Indonesia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata, seorang penumpang dalam satu penerbangan yang sama dengan tim bulutangkis Indonesia positif Covid-19.
Tim Indonesia lalu dianggap sebagai ‘kontak dekat’ dan dipaksa mundur dari ajang Yonex All England 2021. Yak, ini seperti didiskualifikasi. Bukan BWF, bukan pula panitia penyelenggara All England 2021, tapi National Health Service (NHS) lah yang memberi perintah tersebut.
Menganut kebijakan pemerintah Inggris, mereka akhirnya harus menjalani isolasi diri selama 10 hari terhitung sejak kedatangan, yaitu pada Sabtu (13/03). Para pemain Indonesia yang sedang berada dalam arena pertandingan waktu itu dipaksa keluar untuk segera menuju hotel.
Padahal, para atlet kita sudah melakukan protokol kesehatan semaksimal mungkin lho. Buktinya, mereka sudah menerima vaksin dosis kedua sebelum berangkat ke Birmingham. Hasil swab test mereka juga negatif semua kok.
Kasus ini juga enggak bakal terjadi kalau penyelenggara menerapkan sistem karantina kepada semua pemain sebelum bertanding. Seperti yang dilakukan Thailand pada turnamen Asian Leg Januari lalu.
Masa iya sih, ajang sekaliber All England enggak mampu menerapkan aturan paling dasar seperti itu? Anggapan bahwa tim Indonesia didiskriminasi pun berdengung keras. Masyarakat Indonesia muntab. Kolom komentar di akun Instagram BWF penuh dengan luapan amarah para warganet. Sampai-sampai BWF harus mematikan kolom komentarnya.
Hmm, di luar sifat reaktif dari bangsa netizen dengan reputasi paling tidak sopan ini, kejanggalan demi kejanggalan memang tercium. Coba kita usut satu per satu.
Pertama, penumpang pesawat yang jadi buntut masalah ini, yakni yang dinyatakan terkena COVID-19, statusnya anonim. Dalam artian, NHS enggak memberikan keterangan identitas orang tersebut secara jelas.
Selain itu, testing yang diselenggarakan BWF dipertanyakan akurasinya. Jadi sebelum kasus ini, terdapat 7 kasus positif yang menimpa tim India, Thailand, dan Denmark. Saat dilakukan tes pertama, mereka positif. Pertandingan ditunda dan BWF melakukan tes ulang kepada tujuh orang tersebut selama 24 jam. Ternyata, hasilnya negatif. Ketujuh orang tersebut lalu dibolehkan mengikuti pertandingan.
Tapi anehnya nih, tes ulang itu dilakukan sendiri oleh pemain yang sedang isolasi mandiri di kamar masing-masing tanpa supervisi siapapun. Waduh, dari metodenya aja udah antik, apalagi hasilnya ya..
Kedua, ‘kecurangan’ sudah muncul sejak babak pertama putaran All England 2021. Saat itu, wakil ganda putra Inggris dikalahkan oleh duo Marcus/Kevin. Setelahnya, Ahsan/Hendra juga mengalahkan ganda putra Inggris lainnya dengan pertarungan sengit tiga set.
Tapi ada hal yang harus kamu tahu dari pertandingan itu. Ternyata, service judge dalam pertandingan Ahsan/Hendra berasal dari Inggris. Di pertandingan itu pun, servis Ahsan berkali-kali dinyatakan fault.
Biasanya sih, di olahraga manapun, wasit enggak boleh satu negara dengan pemain yang sedang bertanding bukan? Iiiiish...
Ketiga, kebijakan ‘kontak dekat’ pemerintah Inggris juga patut dipertanyakan. Pasalnya, keharusan isolasi mandiri ini enggak pernah diberlakukan pada olahraga lainnya seperti sepak bola. Banyak loh kasus-kasus positif dari pemain atau petugas sepak bola yang terjadi selama gelaran Liga Inggris kemarin.
Contohnya kasus pelatih West Ham dan dua pemainnya pada September 2020 lalu. Nyatanya, rekan satu tim enggak disuruh buat isolasi mandiri tuh. Kalau dipikir-pikir, permainan sepak bola jelas punya kontak fisik lebih tinggi kan daripada bulutangkis? Kagak pakai net, cuy.
Atau jawabannya, sesimpel karena tim bulutangkis Indonesia terlalu jago? Hehe~
*) Andara Rose
0 Comments