Maaf yang Diucapkan, Belum Berarti Keadilan yang Ditegakkan

 Maaf yang Diucapkan, Belum Berarti Keadilan yang Ditegakkan 

 


Senin (22/03) lalu, presiden BWF, Poul-Erik Hoyer meminta maaf secara resmi atas terjadinya kasus yang menimpa tim bulutangkis Indonesia di ajang All England 2021.

 

Permintaan maaf tersebut disampaikan melalui surat yang ditujukan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga. Hoyer menyesal dan turut mengungkapkan kekecewaannya atas kejadian tersebut.

 

Namun, permintaan maaf yang (sebenarnya) terdengar tulus itu nyatanya enggak cukup bagi tim Indonesia. Mereka enggak puas bila solusi BWF atas kejadian ini hanyalah kata "maaf"--selayaknya mereka yang suka bilang otw sembarangan.

 

Ketidakpuasan itu diungkapkan oleh Marcus Fernaldi Gideon dan Greysia Polii, atlet bulutangkis kita yang urung tanding gara-gara dipulangkan lebih cepat lantaran dikhawatirkan terpapar covid-19.  Mereka melakukannya  saat melakukan konferensi pers setibanya di Indonesia. Selain terkesan lepas tangan, permintaan maaf BWF dianggap menunjukkan kalau mereka enggak mau bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

 

"Kalau menurut saya, harusnya masalah ini diperjelas karena kami sudah persiapan buat Olimpiade. Takutnya nanti ada apa-apa, BWF lepas tangan lagi, tinggal kasih surat permintaan maaf, beres," kata Marcus.

 

Tim Indonesia bukannya enggak menghormati aturan pemerintah Inggris ya, terutama terkait larangan bertanding bila ditakutkan punya kontak terhadap pasien Covid-19. Mereka hanya menyayangkan respons BWF ketika NHS memerintahkan tim Indonesia untuk melakukan karantina.

 

Waktu itu, BWF enggak membicarakannya terlebih dahulu dengan tim Indonesia. Mereka malah memutuskan sendiri. Harusnya sih, untuk urusan seserius itu, komunikasi dua arah sangat dibutuhkan biar pihak yang dirugikan enggak merasa 'terusir' seperti ini.

 

"Akan tetapi, BWF sebagai pelindung kami, atletnya dia, asetnya dia juga, itu harus bisa lebih bertanggung jawab dalam menangani respons awal mereka seperti mungkin tindakan yang langsung mengeluarkan kami dari Hall."

 

Asal kalian tahu guys, yang dimaksud Kak Greys itu kejadian yang konyol sih. Jadi, seketika tim Indonesia mendapat perintah karantina, mereka yang sedang berada di arena pertandingan langsung disuruh keluar. Mereka benar-benar dilepas untuk menuju hotel dengan berjalan kaki lho.

 

Padahal, dalam aturan BWF, semua pemain harus melakukan mobilisasi pakai transportasi yang disediakan BWF, yaitu bus. Aduh, ini main bulutangkis atau plonco-ploncoan ala ospek kampus sih?

 

Pada akhirnya, Komite Olahraga Indonesia (KOI) bakal melayangkan gugatan kepada BWF terkait kejadian 'pengusiran' tim Indonesia di All England 2021. Gugatan itu bakal diajukan ke Court of Arbitration for Sport (CAS) yang mengadili banyak sengketa kasus di dunia olahraga secara arbitrase.

 

Namun, kata Eko Nur Kristianto, seorang peneliti hukum olahraga, kans Indonesia menang di meja hijau sangatlah kecil. Dari tujuh gugatan yang dilayangkan KOI, bisa jadi yang dikabulkan hanya satu gugatan saja.

 

Menurut Eko, mau dipojokkan sekalipun, posisi BWF sulit digoyahkan. Pertama, karena BWF punya posisi sebagai otoritas tertinggi dalam badminton. Kedua, ajang All England termasuk dalam pertandingan yang dinaungi BWF.

 

"Ketika dia disalahin, BWF bakal punya argumen bagus dan All England memang otoritas dia," katanya.

 

Memang betul BWF punya otoritas tertinggi di badminton. Namun, bukan berarti memperlakukan atlet-atletnya secara enggak adil bisa dibenarkan bukan?

 

Seperti 'pengusiran' tim Indonesia dari arena, hingga tes ulang kepada tujuh kasus tanpa supervisi siapapun. Dari situ aja sudah bisa dipertanyakan lho keseriusan BWF dalam menyelenggarakan All England.

 

Tidak heran, banyak yang beranggapan ini semua karena tim Indonesia terlalu ditakuti aja, 

 

*) Andara Rose


Image


Baca juga 

Indonesia Dipaksa Mundur dari All England 2021, 3 Hal ini Belum Terjawab

Post a Comment

0 Comments

Comments