Siapa yang sering mendengar kalimat ini:
“Semua pasti ada hikmahnya. Tetap berpikir positif, dong!”
Hati-hati, ini bisa jadi toxic.
Bukan hanya untukmu,
tapi juga menyakiti orang lain.
Apa itu toxic positivity?
Toxic Positivity adalah saat kita memilih untuk berpikir
dan bersikap positif setiap saat dengan menolak segala
sesuatu yang negatif.
Seakan-akan ini terdengar bagus, ya.
Tapi, enggak sesederhana itu!
Ketika manusia menghindari emosi yang tak enak, justru pikiranmu akan menganggap perasaan itu enggak penting. Sedangkan, perasaan itu nggak pergi ke mana-mana
dan malah semakin besar.
“Toxic Positivity: Don't Always Look on the Bright Side.
Psychology Today. 1/8/2019
Toxic positivity itu cuma menghindari fakta sebenarnya.
“Tidak ada yang salah jika Anda ingin melakukan sesuatu dengan cara yang terbaik [berpikiran positif setiap saat]. Namun, yang dimaksud dengan melakukan yang terbaik, adalah [ketika kamu] bisa menerima situasi apa adanya dan melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuan Anda,
sedangkan toxic positivity adalah menghindari fakta bahwa sebenarnya Anda sedang berada dalam situasi
yang sangat buruk."
Debra Kaysen, Professor of Psychiatry and Behavioral Sciences di Stanford University
(The Washington Post, 19/8/2020)
“Psychology Today, Toxic Positivity: Don't Always Look on the Bright Side’. 1 Agustus 2019, “Newsweek, The Tyranny of Positive Thinking Can Threaten Your Health and Happiness 15 Septeber 2016.
~Petree
Tragic optimism bisa jadi alternatif, nih.
Seorang psikolog Austria dan penyintas Holocaust mendefinisikan konsep tragic optimism ini pada 1985.
“Kemampuan untuk mempertahankan harapan dan kehilangan, dan penderitaan yang tak terhindarkan.”™*
* New York Times, On Coronavirus Lockdown? Look for Meaning, Not Happiness’ 7 April 2020.
Teks: Sharon M Sumolang
Perancang rupa: Putri Mayzara
Produser: Cindy Melody
0 Comments