Surat untuk kamu.

 


Hari demi hari, setelah berjalan dalam 260 hari lamanya. Mungkin bagi aku ini waktu yang singkat, kenapa baru sekarang mengenal kamu saat ini. Setiap jalan yang telah dilewati, aku berdo’a dengan tulus agar hati yang kita miliki dijaga dengan baik. Biar salah satu belum baik, kita mengawali dengan “memperbaiki”. Mustahil, dalam sebuah lingkaran perasaan tidak ada permasalahan. Memang, aku mendamba yang baik agar bisa meluruskan hal keliru tentang aku.

Tapi, jika kehendak-Nya adalah tentang menilai perjuanganmu, maka aku pun akan melakukan hal demikian. Aku tidak bisa menyerah pada permintaan, tapi aku akan menyerah pada pengorbanan dan semua yang sudah di buktikan. Rupanya, selama ini aku keterlaluan yah?

Aku menyadari tentang gunungan egois yang tumbuh semakin membesar dalam benak perasaan tentang kamu (dulu). Aku tidak sadar, bahwa kamu punya Maha Rasa, yang senantiasa menggenggam kita juga (hati ke hati). Bagi aku, sekarang adalah panjang untuk menempuh kehidupan. Jangan melukai, apalagi sengaja mengoreskannya tepat di sisi yang sudah aku buka dengan tulus. Mengertilah, aku bukan orang yang mudah memadu Rasa di persimpangan yang serba terjal ini. Aku menyudahi dan kamu harus tau ini. Jika jalan kita adalah sama, Tuhan Maha Rasa tidak akan membiarkan kita larut dalam ikatan tanpa restu-Nya.

Post a Comment

0 Comments

Comments