Catatan kecil tentang sore

 



Waktu berjalan seperti ketentuan-Nya, dan aku mengikuti prasangka diri sendiri. Seorang lelaki duduk bersila di ubin yang dingin setelah sholat ashar. Dan seorang perempuan masih memainkan petak-petak keyboard di dalam ruangan. Sesekali pesan berdatangan, sebaris, dua baris untuk menanyakan kesiapan. 

Aku selalu siap, tapi merelakan yang sudah lewat agaknya belum mampu di lihat. Namun, selama rencana itu dibuat oleh manusia, selalu saja ada yang bergabung sebagai bagian dari menguji sikap “sabar”. Selalu ada yang menambah-nambahi kegitan menjelang pulang. Aku kuatkan tangan, aku kuatkan tutur kata dan aku yakinkan dia yang menunggu lama. 

Untuk kesekian kali. Sepertinya, dia sudah paham, tentang menunggu dan perlahan membuka pintu.

Memang terlalu indah, jalan cerita yang dibuat sore hari. Agar kiranya rasa letih bercampur dengan terik senja di atas perayaan sedih. Supaya hati yang khawatir tidak segere bertemu dengan mata yang berawan gelap. Jika saja terjadi, maka hujan akan jatuh melewati sebidang kulit tanpa bedak di pipinya. 

Mungkin saja itu bisa terjadi. 

Aku Cuma berusaha menguatkan diriku saat itu, “Kamu harus kuat, selesaikan masalahmu. Dan hindari terlalu banyak bicara, focus….fokus…fokusss”. Seakan senada dengan kalimat yang menjadi peganganku saat itu, kamu  juga rupanya lebih dulu mengacaukan jam terbangku. Rupanya ini yang dinamakan, tumbuh dalam kediaman. Menyelami laut secara tenang, menerbangkan layang dengan penuh perhatian.

Post a Comment

0 Comments

Comments