Menjadi madrasah untuk anak [beropini (7)]

 

Beropini (7)

 

Seorang anak adalah seperti mengukir tulisan dalam batu, yang akan kuat merekam setiap ucapan maupun tindakan yang dilakukan orang tua dan orang-orang dewasa disekitarnya. Sebagai calon orang tua, aku memikirkan bagaimana masa transisi anak-anak ke remeja di masa anakku kelak. Apakah mereka akan terbebas dari media social yang bahayanya sudah menjadi-jadi seperti sekarang?

Anak kecil, adalah asset utama sebuah keluarga. Orang tua adalah madrasah pertama untuknya bisa mengarungi kehidupan bernama dunia. Aku bisa dan harus bisa mengendalikan semua lingkungan yang berada di dekatnya.

Jangan sampai dia salah bergaul misalnya, atau kurang perhatian dari keluarganya sehingga mengutamakn teman sekolah daripada Ibu atau ayahnya. Memang ada perubahan rasa nyaman ketika dekat dan punya banyak teman. Tapi, harapanku, aku ingin menjadi Ibu yang bisa juga sebagai teman ngobrol asik buat anaku. Mengerti setiap kesulitan yang dihadapinya, mengantarkannya sampai dewasa, dan tidak akan aku biarkan dia tersia-sia oleh perasaan tidak benar yang akan mengepunya.

Aku belajar bagaimana seorang anak kecil tidak harus dibentak saat membuat kesalahan. Tidak dipukul saat memecahkan sebuah barang, tidak meneriakinya saat salah mengerjakan suatu hal. Aku ingin belajar dengan sabar, bahwa tindakan keras seperti itu hanya dimiliki ego orang dewasa, hanya akan membuat anak trauma dan lari mencari media lain untuk mencari rasa amannya.

Miris, kalau liat ada orang tua meneriaki anaknya atau bahkan memperlakukan mereka secara kasar. Bahkan tangisannya kadang membuat aku ikut merasakan bagaimana ia tumbuh kuat dalam rasa sakit.

Apakah semua bisa diselesaikan dengan suara keras?

Bukankah hati yang lembut bisa membuat hati yang keras menjadi terbuka,

Semoga anak-anak yang akan kita bombing bisa menjadi penerus ad-diin yang akan melanjutkan untuk membela agama Allah, dan Islam adalah agama penuh rahmatan lil ‘alamiin.



Post a Comment

0 Comments

Comments